Metroetam.com, Samarinda – Kantor Imigrasi Kelas I TPI Samarinda menggelar konferensi pers, terkait penanganan pelanggaran tindak pidana keimigrasian oleh seorang warga negara Indonesia (WNI) berinisial DBM, Jumat (11/10/2024).
Kepala Kantor Imigrasi Samarinda, Washington Saut Dompak, mengungkapkan, bahwa DBM diduga melanggar pasal 124 huruf b UU No. 6 Tahun 2012, terkait pemondokan dan perlindungan terhadap warga negara asing yang overstay di Indonesia.
Pada kasus ini, DBM memberikan tempat tinggal kepada warga negara Pakistan berinisial MAK, yang diketahui telah melebihi batas waktu tinggal sejak 2023. MAK tinggal di Samarinda.
“Saat ini, MAK ditahan di ruang detensi Imigrasi Samarinda dan akan menjadi saksi dalam proses persidangan,” ujarnya.
Menurut Washington, DBM dijadwalkan menjalani persidangan atas pelanggarannya, di mana ancaman hukumannya adalah maksimal tiga bulan kurungan dan denda sebesar Rp 25 juta.
Dari penyidikan diketahui, lanjut, Kepala Kantor Imigrasi Samarinda, bahwa DBM menikah siri dengan MAK pada 2022 setelah mereka berkenalan melalui aplikasi online. Namun, pernikahan tersebut tidak menggunakan dokumen resmi.
Dikatakannya, MAK, sebagai warga negara asing, dikenakan pasal 78 ayat 3 UU No. 6 Tahun 2012 tentang keimigrasian, yang mengatur sanksi bagi orang asing yang tinggal di Indonesia lebih dari 60 hari setelah masa izin tinggalnya habis.
“Selama proses persidangan, MAK tetap berada di ruang detensi hingga keputusan hukum final dikeluarkan,” ujarnya.
Imigrasi Samarinda menekankan pentingnya kesadaran masyarakat terhadap keberadaan orang asing di Kalimantan Timur, terutama menjelang tahun 2045 yang diperkirakan akan ada peningkatan jumlah pendatang asing. Masyarakat diimbau untuk melaporkan keberadaan warga asing yang mencurigakan melalui aplikasi online atau nomor yang tersedia di media sosial Kantor Imigrasi.
Kepala Kantor Imigrasi menambahkan, jika MAK dan DBM ingin melanjutkan hubungan mereka secara sah, mereka perlu mengurus dokumen yang sesuai dengan aturan hukum. Anak hasil pernikahan campuran mereka nantinya berpotensi memiliki hak kewarganegaraan ganda, sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia. (MJ)